Minggu, 06 Maret 2011

MACAM-MACAM AIR

Hadats
adalah keadaan tidak
suci. Seseorang yang berhadats
diwajibkan untuk bersuci
sebelum mengerjakan
beberapa rangkaian ibadah,
seperti shalat.
Hadats ada dua macam:
a. Hadats kecil
yaitu keadaan tidak suci
karena seseorang buang
angin, kencing, buang air
besar, atau
mengeluarkan madzi, dan
wadi. Cara bersucinya
dengan berwudhu atau
tayammum
b. Hadats besar
yaitu keadaan tidak suci
karena seseorang
bersetubuh, keluar mani,
atau selesai dari haidh dan
nifas. Cara bersucinya
dengan mandi janabat
(mandi junub/mandi besar)
atau tayammum.
Ringkasan fiqih dalam
madzhab imam Syafi’i
seputar air
:
Macam-macam air dan
pembagiannya :
Air yang dibolehkan untuk
bersuci itu ada tujuh macam:
1. Air langit (air hujan)
2. Air laut
3. Air sumur
4. Air sungai
5. Air sumber (mata air)
6. Air salju
7. Air embun
Selanjutnya macam-macam air
di atas dibagi menjadi 4 bagian:
a. Suci dan mensucikan, seperti
air murni
b. Suci dan mensucikan,
namun makruh
menggunakannya, seperti
air yang yang terjemur
matahari
c. Suci dan tidak mensucikan,
air model ini terbagi dua,yaitu:
1. air musta’mal (yang sudah
terpakai)
2. air yang sudah berubah,
karena sudah tercampur oleh
benda-benda suci lainya.
d. Air najis, yaitu air yang
kemasukan najis, sedang
air itu kurang dari 2 kullah
atau 2
kullah tetapi sudah
berubah warna, rasa, dan
baunya.
Sedangkan maksud dari
kata kullah adalah tempat
air (air) yang isinya
kurang lebih
190 liter atau seluas empat
persegi panjang yang sisinya
58 cm (58X58X58 cm).
A. ISTINJA

Istinja` adalah menghilangkan
najis yang keluar dari dua arah
(qubul dan dubur) karena
kencing atau buang air besar
dan semisalnya denga
menggunakan air, batu, atau
benda semisalnya (tissue dan
lainnya).
Syarat istinja`:
a. menghilangkan rasanya
b. menghilangkan waranya,
dan
c. menghilangkan baunya
Rukun istinja`:
a. orang yang beristinja`
b. tempat yang dibersihkan
(maksudnya qubul dan dubur)
c. ada najis yang keluar dari
qubul dan dubur
d. cara beristinja` dengan air
atau batu dan sejenisnya
Cara mensucikan najis (istinja`)
:
Benda-benda yang tergolong
najis, seperti yang tertera
dalam hadits-hadits Nabi SAW
antara lain:
a. Air kencing dan kotoran
manusia, caranya yaitu dengan:
1. membasuh/mencucinya
dengan air
“Dari Anas bin malik RA
dia berkata:
“Rasulullah SAW
pernah masuk kamar
kecil, kemudian aku dan
seorang pemuda
sebayaku membawakan
sebuah bejana berisi air
dan sebuah tongkat.
Beliau pun beristinja`
dengan air itu”. (HR.
Bukhari, Muslim, Nasa`I,
dan Ahmad).
2. mengusapkan tiga buah batu
ke
tempat keluar najis (qubul
dan dubur)
“Dari Aisyah RA
sungguh Rasulullah SAW
pernah bersabda:
“Apabila salah seorang
diantara kalian pergi ke
tempat buang air
(kencing atau berak),
hendaklah ia membawa
tiga buah batu, lalu
bersucilah dengannya,
karena yag demikian itu
telah mencukupinya”.
(HR. Nasa`i dan Abu
Dawud).
b. Air kencing bayi yang masih
hanya mengkonsumsi ASI tidak
yang lainnya):
1. bayi perempuan, caranya
dengan dicuci;
2. bayi laki-laki cukup disiram
dengan air, sebagaimana dalam
hadits:
“Dari Ali bin Abu thalib
RA sesungguhnya
Rasulullah SAW pernah
bersabda tentang air
kencing bayi yang masih
menyusu: “Kencing bayi
laki-laki cukup disiram
dengan air, sedang
kencing bayi perempuan
harus dicuci”. (HR.
Tirmidzi, Abu Dawud, dan
Ibnu Majah).
c. Madzi dan wadi, cara
mensucikannya dengan
mencuci kemaluan dan
menyiramkan air ke bagian
benda yang terkena madzi
atau wadi :
Madzi adalah cairan putih
bening dan sedikit lengket,
yang keluar karena ada
dorongan syahwat
(ransangan syahwat).
Wadi adalah cairan putih
kental yang biasanya keluar
setelah keluarnya air
kencing, atau keluar karena
disebabkan lelah yang
berlebihan.
”Dari Sahl bin Hunaif, dia
berkata: aku banyak
mengeluarkan madzi dan
sering mandi karenanya,
lalu aku tanyakan hal ini
kepada Rasulullah SAW,
beliau berabda: ”cukuplah
bagimu berwudhu”, aku
bertanya: ”Wahai
Rasulullah, bagaimana
dengan madzi yang
mengenai pakaianku?”,
beliau menjawab:
”cukuplah kamu ambil air
dengan telapak taganmu,
kemudian kamu siramkan di
bagian
pakaianmu yang
kamu duga terkena madzi
itu”. (HR. Abu Dawud,
Ibnu Majah, Ahmad, dan
Darimi).
d. Darah haid, darah nifas,
dan darah istihadhah :
1. darah haid adalah
darah yang keluar dari
dinding rahim
perempuan yang sehat
dan sudah baligh, tanpa
sebab suatu apapun
paling cepat sehari
semalam dan paling
lambat lima belas hari,
sedangkan normalnya
adalah enam atau tujuh
hari (biasanya sebagai
tanda bahwa rahim
kosong dari dari
kehamilan dan biasanya
pula teratur setiap
bulannya sesuai dengan
kebiasaan masing-
masing). Cara
mensucikan benda yang
terkena darah haid
adalah dengan
mengerik, menggosok,
dan mencucinya.
”Dari Asma` ia berkata:
”seorang perempuan
datang kepada Na SAW,
lalu ia bertanya: ”Salah
seorang dantara kami
pakaiannya terkena
darah haidh,
bagaimanakah dia harus
berbuat?”, beliau
menjawab: ”hendaklah
ia mengeriknya,
menggosoknya, dengan
air, dan mencucinya,
kemudian shalatlah ia
dengan pakaian itu”.
(HR. Bukhari, Muslim,
Tirmidzi, Nasa`i, Abu
Dawud, Ibnu Majah,
Ahmad, Malik, dan
Darimi).
2. darah nifas adalah
darah yang keluar dari
rahim perempuan
setelah melahirkan, cara
mensucikannya yaitu
dengan dicuci
3. darah istihadhah
adalah darah yang
keluar dari kemaluan
wanita, namun
dikarenakan adanya
penyakit (bukan darah
haid dan nifas), cara
mensucikannya dengan
dicuci.

Rabu, 16 Februari 2011

MACAM-MACAM DOSA

Dosa Besar.
yaitu dosa yang disertai
ancaman hukuman di dunia,
atau ancaman hukuman di
akhirat.
Abu Tholib Al-Makki berkata:
Dosa besar itu ada 17 macam,
yaitu :
4 macam di hati, yaitu:
1. Syirik.
2. Terus menerus berbuat
maksiat.
3. Putus asa.
4. Merasa aman dari siksa Allah.
4 macam pada lisan, yaitu:
1. Kesaksian palsu.
2. Menuduh berbuat zina pada
wanita baik-baik.
3. Sumpah palsu.
4. mengamalkan sihir.
3 macam di perut. yaitu :
1. Minum Khamer.
2. memakan harta anak yatim.
3. memakan riba.
2 macam di kemaluan. yaitu :
1. zina.
2. Homo seksual.
2 macam di tangan. yaitu :
1. membunuh.
2. mencuri.
1 di kaki, yaitu :
lari dalam peperangan
1 di seluruh badan, yaitu :
durhaka terhadap orang tua.
2. Dosa kecil.
Yaitu dosa-dosa yang tidak
tersebut diatas
3. Dosa kecil yang menjadi besar
3.1. Yaitu dosa kecil yang
dilakukan terus menerus.
Rasulullah bersabda: tidak ada
dosa kecil apabila dilakukan
dengan terus menerus dan tidak
ada dosa besar apabila disertai
dengan istighfar. Allah juga
berfirman:
“Dan (juga) orang-
orang yang apabila
mengerjakan perbuatan keji
atau menganiaya diri sendiri,
mereka ingat akan Allah, lalu
memohon ampun terhadap
dosa-dosa mereka dan siapa lagi
yang dapat mengampuni dosa
selain daripada Allah? Dan
mereka tidak meneruskan
perbuatan kejinya itu, sedang
mereka mengetahui.
” (QS. Ali
Imran [3]: 135)
3.2. Menganggap remeh akan
dosa.
Rasulullah bersabda:

Sesungguhnya seorang
mu’min dalam melihat
dosanya, bagaikan seorang yang
berada di puncak gunung, yang
selalu khawatir tergelincir jatuh.
Adapun orang fasik dalam
melihat dosanya, bagaikan
seseorang yang dihinggapi lalat
dihidungnya, maka dia usir
begitu saja.
” (HR. Bukhori
Muslim)
3.3. Bergembira dengan
dosanya.
Allah berfirman:
“Dan apabila
dikatakan kepadanya:

Bertakwalah kepada Allah”,
bangkitlah kesombongannya
yang menyebabkannya berbuat
dosa. Maka cukuplah
(balasannya) neraka Jahannam.
Dan sungguh neraka Jahannam
itu tempat tinggal yang
seburuk-buruknya.” (QS. Al
Baqarah [2]: 206)
3.4. Merasa aman dari makar
Allah.
Allah berfirman:
“Apakah tiada
kamu perhatikan orang-orang
yang telah dilarang
mengadakan pembicaraan
rahasia, kemudian mereka
kembali (mengerjakan) larangan
itu dan mereka mengadakan
pembicaraan rahasia untuk
berbuat dosa, permusuhan dan
durhaka kepada Rasul. Dan
apabila mereka datang
kepadamu, mereka
mengucapkan salam kepadamu
dengan memberi salam yang
bukan sebagai yang ditentukan
Allah untukmu. Dan mereka
mengatakan pada diri mereka
sendiri:
“Mengapa Allah tiada
menyiksa kita disebabkan apa
yang kita katakan itu
?”
Cukuplah bagi mereka neraka
Jahannam yang akan mereka
masuki. Dan neraka itu adalah
seburuk-buruk tempat
kembali.
” (QS. Al Mujadilah
[58]: 7)
3.5. Terang-terangan dalam
berbuat maksiat.
Rasulullah bersabda:
“Semua
ummatku akan diampunkan
dosanya kecuali orang yang
mujaharah (terang-terangan
dalam berbuat dosa) dan yang
termasuk mujaharah adalah:
Seorang yang melakukan
perbuatan dosa di malam hari,
kemudian hingga pagi hari Allah
telah menutupi dosa tersebut,
kemudian dia berkata: wahai
fulan semalam saya berbuat ini
dan berbuat itu. Padahal Allah
telah menutupi dosa tersebut
semalaman, tapi di pagi hari dia
buka tutup Allah
tersebut.
” (HR. Bukhori
Muslim)
3.6. Yang melakukan perbuatan
dosa itu adalah seorang yang
menjadi teladan.
Rasulullah bersabda:

Barangsiapa yang memberi
contoh di dalam Islam dengan
contoh yang jelek, dia akan
mendapat dosanya dan dosa
orang yang mengikutinya
setelah dia tanpa dikurangi dosa
tersebut sedikitpun.
” (HR.
Muslim)
Jalan Menuju Taubat
1. Mengetahui hakikat taubat.
Hakikat taubat adalah: Menyesal,
meninggalkan kemaksiatan
tersebut dan berazam untuk
tidak mengulanginya lagi. Sahal
bin Abdillah berkata:
“Tanda-
tanda orang yang bertaubat
adalah: Dosanya telah
menyibukkan dia dari makan
dan minum-nya. Seperti kisah
tiga sahabat yang tertinggal
perang
”.
2. Merasakan akibat dosa yang
dilakukan.
Ulama salaf berkata:
“Sungguh
ketika saya maksiat pada Allah,
saya bisa melihat akibat dari
maksiat saya itu pada kuda dan
istri saya.

3. Menghindar dari lingkungan
yang jelek.
Seperti dalam kisah seorang
yang membunuh 100 orang.
Gurunya berkata:
“Pergilah ke
negeri sana … sesungguhnya
disana ada orang-orang yang
menyembah Allah dengan baik,
maka sembahlah Allah disana
bersama mereka dan janganlah
kamu kembali ke negerimu,
karena negerimu adalah negeri
yang jelek.”
4. Membaca Al-Qur’an dan
mentadabburinya.
5. Berdo’a.
Allah berfirman mengkisahkan
Nabi Ibrahim:
“Ya Tuhan kami,
jadikanlah kami berdua orang
yang tunduk patuh kepada
Engkau dan (jadikanlah) di
antara anak cucu kami umat
yang tunduk patuh kepada
Engkau dan tunjukkanlah
kepada kami cara-cara dan
tempat-tempat ibadat haji kami,
dan terimalah taubat kami.
Sesungguhnya Engkaulah Yang
Maha Penerima taubat lagi Maha
Penyayang.
” Al Maraghi
berkata: “Yang dimaksud
”terimalah taubat kami”
adalah: Bantulah kami untuk
bertaubat agar kami bisa
bertaubat dan kembali kepada-
Mu.

6. Mengetahui keagungan Allah
yang Maha Pencipta.
Para ulama salaf berkata:

Janganlah engkau melihat
akan kecilnya maksiat, tapi
lihatlah keagungan yang engkau
durhakai.

7. Mengingat mati dan
kejadiannya yang tiba-tiba.
8. Mempelajari ayat-ayat dan
hadis-hadis yang menakuti
orang-orang yang berdosa.
9. Membaca sejarah orang-
orang yang bertaubat.

Selasa, 15 Februari 2011

HUKUM NIKAH

Para ulama menyebutkan
bahwa nikah diperintahkan
karena dapat mewujudkan
maslahat; memelihara diri,
kehormatan, mendapatkan
pahala dan lain-lain. Oleh karena
itu, apabila pernikahan justru
membawa madharat maka
nikahpun dilarang. Dari sini
maka hukum nikah dapat dapat
dibagi menjadi lima:
1. Disunnahkan bagi orang yang
memiliki syahwat (keinginan
kepada wanita) tetapi tidak
khawatir berzina atau terjatuh
dalam hal yang haram jika tidak
menikah, sementara dia mampu
untuk menikah.
Karena Allah telah
memerintahkan dan Rasulpun
telah mengajarkannya. Bahkan
di dalam nkah itu ada banyak
kebaikan, berkah dan manfaat
yangb tidak mungkin diperoleh
tanpa nikah, sampai Rasulullah
Shalallahu ‘Alaihi Wassalam
bersabda:
“Dalam kemaluanmu ada
sedekah.” Mereka
bertanya:”Ya Rasulullah ,
apakah salah seorang kami
melampiaskan syahwatnya lalu
di dalamnya ada pahala?”
Beliau bersabda:”Bagaimana
menurut kalian, jika ia
meletakkannya pada yang
haram apakah ia menanggung
dosa? Begitu pula jika ia
meletakkannya pada yang halal
maka ia mendapatkan pahala.”
(HR. Muslim, Ibnu Hibban)
Juga sunnah bagi orang yang
mampu yang tidak takut zina
dan tidak begitu membutuhkan
kepada wanita tetapi
menginginkan keturunan. Juga
sunnah jika niatnya ingin
menolong wanita atau ingin
beribadah dengan infaqnya.
Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi
Wassalam bersabda:
“Kamu tidak menafkahkan
satu nafkah karena ingin wajah
Allah melainkan Allah pasti
memberinya pahala, hingga
suapan yang kamu letakkan di
mulut isterimu.” (HR. Bukhari
dan Muslim)
“Dinar yang kamu nafkahkan
di jalan Allah, dinar yang kamu
nafkahkan untuk budak, dinar
yang kamu sedekahkan pada
orang miskin, dinar yang kamu
nafkahkan pada isterimu maka
yang terbesar pahalanya adalah
yang kamu nafkahkan pada
isterumu.” (HR. Muslim)
2. Wajib bagi yang mampu
nikah dan khawatir zina atau
maksiat jika tidak menikah.
Sebab menghindari yang haram
adalah wajib, jika yang haram
tidak dapat dihindari kecuali
dengan nikah maka nikah
adalah wajib (QS. al Hujurat:6).
Ini bagi kaum laki-laki, adapun
bagi perempuan maka ia wajib
nikah jika tidak dapat
membiayai hidupnya (dan anak-
anaknya) dan menjadi incaran
orang-orang yang rusak,
sedangkan kehormatan dan
perlindungannya hanya ada
pada nikah, maka nikah baginya
adalah wajib.
3. Mubah bagi yang mampu dan
aman dari fitnah, tetapi tidak
membutuhkannya atau tidak
memiliki syahwat sama sekali
seperti orang yang impotent
atau lanjut usia, atau yang tidak
mampu menafkahi, sedangkan
wanitanya rela dengan syarat
wanita tersebut harus rasyidah
(berakal).
Juga mubah bagi yang mampu
menikah dengan tujuan hanya
sekedar untuk memenuhi
hajatnya atau bersenang-
senang, tanpa ada niat ingin
keturunan atau melindungi diri
dari yang haram.
4. Haram nikah bagi orang yang
tidak mampu menikah (nafkah
lahir batin) dan ia tidak takut
terjatuh dalam zina atau
maksiat lainnya, atau jika yakin
bahwa dengan menikah ia akan
jatuh dalam hal-hal yang
diharamkan. Juga haram nikah
di darul harb (wilayah tempur)
tanpa adanya faktor darurat,
jika ia menjadi tawanan maka
tidak diperbolehkan nikah sama
sekali.
Haram berpoligami bagi yang
menyangka dirinya tidak bisa
adil sedangkan isteri pertama
telah mencukupinya.
5. Makruh menikah jika tidak
mampu karena dapat
menzhalimi isteri, atau tidak
minat terhadap wanita dan
tidak mengharapkan
keturunan.. Juga makruh jika
nikah dapat menghalangi dari
ibadah-ibadah sunnah yang
lebih baik. Makruh berpoligami
jika dikhawatirkan akan
kehilangan maslahat yang lebih
besar.

HIKMAH SYARIAT NIKAH

1. Nikah adalah salah satu
sunnah (ajaran) yang sangat
dianjurkan oleh Rasul Shalallahu
‘Alaihi Wassalam dalam
sabdanya:
“Wahai para pemuda, siapa di
antara kalian yang mampu
menikah (jima’ dan biayanya)
maka nikahlah, karena ia lebih
dapat membuatmu menahan
pandangan dan memelihara
kemaluan. Barangsiapa tidak
mampu menikah maka
berpuasalah, karena hal itu
baginya adalah pelemah
syahwat.” (HR. Bukhari dan
Muslim)
2. Nikah adalah satu upaya
untuk menyempurnakan iman.
Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi
Wassalam bersabda:
“Barangsiapa memberi karena
Allah, menahan kerena Allah,
mencintai karena Allah,
membenci karena Allah, dan
menikahkan karena Allah maka
ia telah menyempurnakan
iman.” (HR. Hakim,dia berkata:
Shahih sesuai dg syarat Bukhari
Muslim. Disepakati oleh adz
Dzahabi)
“Barangsiapa menikah maka ia
telah menyempurnakan separuh
iman, hendaklah ia
menyempurnakan sisanya.”
(HR. ath Thabrani, dihasankan
oleh Al Albani)
Kisah:
Al Ghazali bercerita tentang
sebagian ulama, katanya:”Di
awal keinginan saya (meniti
jalan akhirat), saya dikalahkan
oleh syahwat yang amat berat,
maka saya banyak menjerit
kepada Allah. Sayapun bermimpi
dilihat
oleh seseorang, dia
berkata kepada saya:”Kamu
ingin agar syahwat yang kamu
rasakan itu hilang dan (boleh)
aku menebas lehermu? Saya
jawab:”Ya”. Maka dia
berkata:”Panjangkan
(julurkan) lehermu.” Sayapun
memanjangkannya. Kemudian ia
menghunus
pedang dari cahaya
lalu memukulkan ke leherku. Di
pagi hari aku sudah tidak
merasakan adanya syahwat,
maka aku tinggal selama satu
tahun terbebas dari penyakit
syahwat. Kemduian hal itu
datang lagi dan sangat hebat,
maka saya melihat seseorang
berbicara pasa saya antara dada
saya dan samping saya, dia
berkata:”Celaka kamu! Berapa
banyak kamu meminta kepada
Allah untuk menghilangkan
darimu sesuatu yang Allah tidak
suka menghilangkannya!
Nikahlah!” Maka sayapun
menikah dan hilanglah godaan
itu dariku. Akhirnya saya
mendapatkan keturunan.”
(Faidhul Qadir VI/103 no.8591)
3. Nikah adalah satu benteng
untuk menjaga masyarakat dari
kerusakan, dekadensi moral dan
asusila. Maka mempermudah
pernikahan syar’i adalah solusi
dari semu itu. Rasulullah
Shalallahu ‘Alaihi Wassalam
bersabda:
“Jika datang kepadamu orang
yang kamu relakan akhlak dan
agamanya maka nikahkanlah,
jika tidak kamu lakukan maka
pasti ada fitnah di muka bumi
dan kerusakan yang besar.”
(HR. Hakim, hadits shahih)
4. Pernikahan adalah lingkungan
baik yang mengantarkan kepada
eratnya hubungan keluarga,
dan
saling menukar kasih sayang di
tengah masyarakat. Menikah
dalam Islam bukan hanya
menikahnya dua insan,
melainkan dua keluarga besar.
5. Pernikahan adalah sebaik-
baik cara untuk mendapatkan
anak, memperbanyak keturunan
dengan nasab yang terjaga,
sebagaimana yang Allah pilihkan
untuk para kekasih-Nya:
“Dan sesungguhnya Kami
telah mengutus beberapa Rasul
sebelum kamu dan Kami
memberikan kepada mereka
isteri-isteri dan keturunan.”
(QS. ar Ra’d:38
6. Pernikahan adalah cara
terbaik untuk melampiaskan
naluri seksual dan memuaskan
syahwat dengan penuh
ketenangan.
Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi
Wassalam bersabda:
“Sesungguhnya wanita itu
menghadap dalam rupa setan
(menggoda) dan membelakangi
dalam rupa setan, maka apabila
salah seorang kamu melihat
seorang wanita yang
menakjubkannya hendaklah
mendatangi isterinya,
sesungguhnya hal itu dapat
menghilangkan syahwat yang
ada dalam dirinya.” (HR.
Muslim, Abu Dawud dan
Tirmidzi)
7. Pernikahan memenuhi naluri
kebapakan dan keibuan, yang
akan berkembang dengan
adanya anak.
8. Dalam pernikahan ada
ketenangan, kedamaian,
kebersihan, kesehatan, kesucian
dan kebahagiaan, yang
diidamkan oleh setiap insan.

MACAM-MACAM MURTAD DALAM KITAB SULAM TAUFIQ

macam-macam
murtad sebagaimana di tulis
dalam Kitab Sulam Taufiq
sebagai berikut :
1. Murtad Fi’ly (perbuatan) :
Yaitu segala aktivitas yang
bisa menyebabkan kita
keluar dari ajaran Islam,
aktivitas tersebut apakah
dilakukan dengan
sungguh-sungguh atau
hanya sekedar bercanda
atau juga bohong-
bohongan semuanya sama
saja termasuk murtad
perbuatan, Contoh : 1)
Bersujud kepada Berhala,
bersujud kepada Matahari.
2) Melakukan ritual agama
lain, perlu hati-hati juga
jika diantara anda ada yang
menjadi
bintang film
memerankan sebagai
seorang non Islam (nonI)
kemudian melakukan
peribadatan seperti
seorang nonI walaupun hal
itu dilakukan hanya
sekedar tuntutan skenario,
tetap saja hal itu termasuk
murtad fi’ly, maka
berhati-hatilah ketika
memilih sebuah peran.
2. Murtad I’tiqady, murtad
jenis ini dilakukan dengan
hati kita seperti Ragu akan
adanya Allah, Ragu Kalau Al
Qur’an itu Firman Allah,
Ragu adanya kehidupan
setelah mati.
3. Murtad Qauly (ucapan) :
yaitu murtad yang
disebabkan lidah atau
ucapan, murtad jenis ini
banyak sekali dan
terkadang kita gak sadar
kalau hal itu termasuk
murtad ucapan. Contoh:
1. Mencemoohkan ayat
suci Al Qur’an :
seperti pernah kita
dengar ada orang
yang membaca
“iyyaaka na’budu
waiyyaaka
nasta
’iin” tapi
didendangkan seperti
irama
manuk dadali..
naudzu billah. Ketika
kita melihat teman
yang memakai baju
kegedean kemudian
kita berkata : “hah
…. bajunya segede
‘alaihim” —
itupun bisa
menyebabkan
murtad.
2. b. Memanggil
seorang muslim
dengan sebutan yang
tidak terpuji, seperti :
Hai Yahudi, Hai Kafir,
Hai Orang yang tidak
beragama, bahkan
jangan anggap
enteng ketika
seseorang
memanggil
seorang
muslim dengan nama
binatang
yang najis
seperti anjing, babi …
itu pun murtad.
Bahkan ketika kita
menuduh suatu
kelompok sebagai
penganut aliran sesat
padahal belum jelas
kesesatannya itupun
bisa menyebabkan
murtad, kecuali kalau
aliran tersebut sudah
jelas kesesatannya
seperti AHMADIYAH
ingat !!!! AHMADIYAH
ITU SESAT.
3. Mengaku adanya Nabi
setelah
Nabi
Muhammad.
Awwass! diakui atau
tidak AHMADIYAH
telah mengakui Mirza
GA sebagai Nabi
itupun murtad,
termasuk kita harus
hati ketika kita
mengatakan : “Al
Hamdulillah ….. ini….
benar-benar
mukjizat
…. berkat
pertolongan bapak
Ustad …. penyakit
yang diderita anak
saya bisa sembuh”.
wah…wah…wah
gawat… bukankah
kita tahu kalau
mukjizat itu hanya
diberikan kepada
Para Nabi dan
Rasul ?. Terus kalau
kita nyebut mukjizat
kepada selain Rasul
apakah saat itu kita
secara tidak langsung
mengakui
seseorang
itu sebagai Rasul.
4. Dan masih banyak
lagi contoh murtad
lainnya.